The Case

KELALAIAN DALAM MENDAPATKAN OBAT

BATAM – swarakepri.com : Puluhan Pedagang Besar Farmasi(PDF) atau distributor yang menyalurkan obat-obatan di tempat pelayanan farmasi seperti apotik, klinik, puskesmas dan toko obat di Kota Batam ternyata masih ada yang nakal dan melanggar aturan.

Salah satu contoh bentuk pelanggaran yang sering dilakukan oleh distributor obat di Batam adalah kelalaian dalam membuat laporan kegiatanya kepada aparat terkait.

Hal ini dikatakan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam, Chandra Rizal melalui Sri selaku Kepala Seksi Obat dan Makanan, Rabu (22/7/2015) diruang kerjanya. Ia mengaku banyak ada distributor obat yang nakal dan tidak melapor serta mendaftarkan perusahaannya ke Dinas Kesehatan Kota Batam. “Sesuai dengan aturan, setiap distributor obat yang ada wajib memperoleh rekomendasi dari Dinkes Kota Batam dan BPOM,” jelasnya.

Sri juga menegaskan distributor obat dilarang melakukan aktifitas penyaluran obat-obatan di sekitar pemukiman warga, tapi harus di kawasan bisnis. Dari hasil investigasi lapangan, beberapa perusahaan distributor obat-obatan yang ada di Batam diduga kuat melanggar aturan yang ada. Untuk diketahui setiap Pedagang Besar Farmasi(PBF) atau distributor obat wajib memiliki penanggung jawab dalam melakukan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan atau bahan obat.

KELALAIAN DALAM PENGGUNAAN OBAT

Obat dapat diibaratkan sebagai madu atau racun, obat yang digunakan secara benar akan dapat bersifat seperti madu yang sangat menguntungkan dalam penyembuhan suatu penyakit, namun obat yang digunakan secara salah akan bersifat seperti racun yang dapat menimbulkan suatu kerugian bagi manusia.

Dalam pengobatan, obat dapat digunakan untuk pencegahan, penyembuhan, pemulihan, dan peningkatan kesehatan. Namun obat adalah senyawa kimia yang dapat bekerja sebagai racun, sehingga obat harus digunakan dalam dosis yang tepat dan dengan cara yang benar.

Warga di desa sering kali kurang tepat dalam mengkonsumsi obat, misalnya mengkonsumsi obat menggunakan teh, kopi, ataupun jenis minuman yang lain, dimana cara tersebut dapat mempengaruhi efek obat dalam tubuh. Selain itu, waktu untuk mengkonsumsi obat juga sering tidak diperhatikan, contohnya obat antibiotik. Antibiotik yang diresepkan oleh dokter selama tiga hari harus dikonsumsi sampai habis, namun, pada umumnya banyak warga di desa tidak memahami cara penggunaannya. Mereka berhenti mengkonsumsi setelah keluhan atau sakit hilang. Hal tersebut menyebabkan resistensi bakteri terhadap antibiotik yaitu penyakit dapat kambuh dan apabila mengkonsumsi antibiotik itu kembali obat tidak akan berefek pada tubuh.

KELALAIAN DALAM MENYIMPAN OBAT

BEKASI_DAKTACOM: Inspektorat Kota Bekasi temukan kelalaian dalam penyimpanan dan administrasi pengelolaan obat di gudang obat Kota Bekasi.

Kepala Inspektorat Kota Bekasi, Cucu Samsudin, mengatakan, setelah mendapat perintah dari Walikota untuk melakukan audit investigasi pengelolaan obat di gudang obat Perumahan Bumiagara, Mustika Sari, Mustikajaya, Kota Bekasi, Inspektorat langsung menurunkan tim melakukan penyidikan yang lebih mendalam

Satu hari turun ke lapangan pihaknya sudah menemukan adanya kesalahan penyimpanan obat. Menurutnya, penyimpanan obat harus disesuaikan dengan jenisnya, tidak ditumpuk dalam kardus dan dibiarkan tidak terawat. Suhu obat ketika disimpan juga harus diatur, jika tidak dapat berubah menjadi racun dan akibatnya akan fatal jika dikonsumsi masyarakat.

“Ada obat yang harusnya disimpan dalam lemari pendingin, ada juga yang pengaturan suhunya berbeda, tapi ini malah disimpan di kardus dan tidak terawat,” katanya.

Terkait administrasi pengeluaran obat dan stok obat saat ini masih dalam proses pendalaman, mengingat masih banyak masyarakat yang berobat di puskesmas dan RSUD Kota Bekasi harus menebus obat di apotik, sedangkan seharusnya semua pasien yang berobat mendapatkan pelayanan dan obat langsung dari pusat kesehatan yang dituju.

“Diusahakan obat yang dibutuhkan pasien ada di pusat kesehatan dan RSUD, bukan malah beli dari apotek karena stoknya tidak ada,” tambahnya.

Cucu mengaku belum dapat memberikan sangsi kepada UPTD persediaan obat Dinas Kesehatan karena audit investigasi masih berjalan.

KELALAIAN DALAM MEMBUANG OBAT

Lima Murid SD di Makassar Keracunan Obat, begitulah judul salah satu berita di media daring nasional tertanggal 5 Februari 2013 silam (Kompas.com). Salah satu murid menemukan obat di sekitar sekolahnya. Lantas memangil teman-temannya dan mengajak mereka meminum obat tersebut. Usut punya usut, mereka mengira dengan meminum obat tersebut, lari mereka akan bertambah cepat. Alih-alih menjadi lebih hebat berlari, mereka malah segera dilarikan ke rumah sakit karena keracunan. Salah satu penyebab terjadinya kejadian seperti cerita di atas adalah akibat kelalaian konsumen obat. Pemilik obat tersebut membuang obatnya dengan cara yang tidak benar. Obat, dengan bentuk dan warna yang menarik, dapat memantik perhatian anak-anak untuk ‘memainkannya’ dengan cara mengkonsumsinya. Masih tentang kelalaian membuang obat dengan cara yang tidak benar, pada kasus yang berbeda, yakni dengan membuang kemasan obat secara utuh, dapat mengundang pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menggunakannya sebagai kemasan obat-obat palsu. Bahkan, obat-obatan yang secara utuh dibuang−semisal telah memasuki tanggal kadaluarsa−dapat mereka jual secara langsung dengan mengganti kemasannya. Tidak sedikit kasus terkait obat palsu yang hingga kini dilaporkan, dan ini utamanya berasal dari kelalaian kita membuang obat dengan cara yang tidak benar.